Kamis, 29 April 2010
Jumat, 26 Februari 2010
Jumat, 12 Februari 2010
Meningkatkan Kemampuan siswa kelas III dalam perkalian bersusun melalui teknik shaping di SDN 15 Dulupi Kabupaten Boalemo
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar (basic of science) atau ilmu murni yang kini telah berkembang pesat baik materi maupun kegunaannya. Ini terjadi sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, matematika sekolah, khususnya pada jenjang dasar dan menengah, harus senantiasa mempertimbangkan perkembangan-perkembangan kurikulum matematika sekolah.
Pembelajaran matematika dapat mengarahkan dan membimbing siswa menjadi warga negara Indonesia yang memiliki keterampilan dan pengetahuan serta berbudi pekerti luhur. Matematika memiliki nilai-nilai luhur yaitu nilai praktis, nilai disiplin dan nilai budaya. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum pada Undang- Undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional menyebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan mulai dari tingkat SD sampai dengan perguruan tinggi. Perkalian merupakan salah satu materi pembelajaran yang terdapat di sekolah dasar, di dalam materi perkalian banyak hal yang harus dipelajari oleh para peserta didik. Karena perkalian adalah penjumlahan yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga siswa harus memahami teknik/cara penjumlahan terlebih dahulu sebelum masuk kepada materi perkalian khususnya perkalian bersusun. Hal ini dipertegas oleh Kline (dalam Ruseffendi, 1992:28) berpendapat bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam. Oleh karena itu matematika menjadi salah satu mata pelajaran utama Sekolah Dasar (SD) yang tertuang dalam kurikulum.
Melihat betapa pentingnya pelajaran matematika, maka guru matematika harus mampu untuk membawa siswa menuju tujuan yang ditetapkan, bila ia memahami dengan baik matematika yang akan digunakan sebagai wahana. Apabila pemahaman guru terhadap matematika kurang baik dapat dipastikan bahwa penggunaan matematika sebagai wahana pendidikan juga akan tidak berhasil seperti yang diharapkan. Guru harus mampu memilih metode, teknik serta pendekatan yang dianggap mampu untuk membantu siswa menuju tujuan pendidikan matemtika ataupun indikator pembelajaran yang akan dicapai.
Banyak metode dan teknik yang dapat dimanfaatkan oleh guru matematika, salah satunya adalah teknik shaping. Teknik shaping merupakan teknik yang membawa siswa melakukan dan mengerti tentang sesuatu secara bertahap sesuai dengan intruksi serta bimbingan guru.
Namun sesuai hasil observasi yang dilakukan di SDN 15 Dulupi kelas III bahwa pembelajaran matematika khususnya pada materi perkalian bersusun kemampuan siswa dalam materi ini sangat rendah, hal ini diakibatkan dari materi yang baru ditemui oleh siswa serta teknik dan metode yang kurang tepat digunakan oleh guru. Hal ini dapat dilihat dari cara mengajar guru yang hanya menjelaskan konsep dan tidak membimbing siswa melalui cara pembelajaran materi yang lebih baik. Serta nilai siswa dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi perkalian bersusun rata-rata persentase siswa yang mampu dalam melakukan perkalian bersusun secara benar berjumlah 55% atau 11 orang siswa dari jumlah siswa 21 orang di kelas III.
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian yang diformulasikan ke dalam judul “Meningkatkan Kemampuan siswa kelas III dalam perkalian bersusun melalui teknik shaping di SDN 15 Dulupi Kabupaten Boalemo”.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka permasalahannya adalah “ Apakah kemampuan siswa di kelas III dalam perkalian bersusun dapat ditingkatkan melalui penggunaan teknik shaping.
1.3 Cara Pemecahan masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka salah satu solusi untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa pada materi perkalian bersusun adalah dengan menggunakan teknik shaping.
Adapun langkah-langkah penggunaan teknik shaping dalam pembelajaran perkalian bersusun adalah :
- Membimbing siswa menyelesaikan soal latihan tentang perkalian bersusun.
13 bilangan yang dikalikan bernilai puluhan
6 x bilangan pengali bernilai satuan
78 Notasi / lambang operasi perkalian
Hasil kali bernilai puluhan
- Membimbing siswa yang hanya mampu menyelesaikan soal latihan perkalian secara bersusun selama 7 menit menjadi 3-4 menit.
- Melatih siswa yang tidak boleh bekerja lebih lama dari 30 menit agar ia dapat bekerja selama 50 menit dengan jalan pembiasaan.
- Memberi latihan soal bagi siswa yang sangat lamban dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
- Memberi pujian kepada siswa yang telah mampu menyelesaikan soal tentang perkalian bersusun.
1.4 Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan teknik shaping dalam meningkatkan kemampuan belajar siswa pada materi perkalian bersusun.
1.5 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1.5.1 Bagi guru
Sebagai bahan masukan untuk mengembangkan kemampuan guru dalam meningkatkan kemampuan belajar siswa pada materi perkalian bersusun dengan menggunakan teknik shaping.
1.5.2 Bagi siswa
Dengan diadakannya penelitian ini menjadikan siswa akan lebih mudah serta cepat memahami materi pelajaran dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi perkalian bersusun.
1.5.3 Bagi sekolah
Sebagai bahan masukan untuk menentukan kebijakan dalam meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di SDN 15 Dulupi Kabupaten Boalemo khususnya dalam memperhatikan mutu hasil pembelajaran matematika.
1.5.4 Bagi peneliti
Menambah wawasan dalam hal peningkatan profesionalisme guru dan bekal dalam proses pembelajaran Matematika sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat dengan baik.
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Kajian Teoretis
2.2.1 Hakikat Matematika
Matematika merupakan dasar yang diperlukan oleh peserta didik untuk menunjang keberhasilan belajar dan menempuh pendidikan lebih lanjut bahkan matematika diperlukan dalam kehidupan sehari-hari sebagai alat bantu dalam memecahkan masalah.
Menurut Drajat (2003:116) pembelajaran matematika berperan penting dalam pembentukan sumber daya manusia yang handal. Tindakan-tindakan pemecahan maupun usulan-usulan kemajuan tersebut semuanya didasarkan pada perhitungan-perhitungan ilmiah dengan aksioma-aksioma yang digunakan matematika sebagai salah satu alat bantu dan teknologi dan sains semakin banyak menuntut penerapan matematika untuk menemukan bentuk-bentuk baru untuk dapat membuatnya.
Menurut Lisnawati (1993: 9) kesulitan siswa dalam belajar matematika
disebabkan karena banyak guru yang kurang menguasai materi pelajaran matematika dan tidak kreatif dalam menyajikannya. Seorang guru pada saat memberikan materi melaksanakan pengorganisasian isi pelajaran dalam urutan yang terencana dan mudah dipahami siswa sehingga pada saat menjelaskan seorang guru dapat menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat, antara yang diketahui atau antara hukum yang berlaku umum dengan bukti atau contoh sehari-hari. Penyajian yang menarik dan bervariasi akan menghindarkan tekanan dan ketegangan pada diri anak, sehingga akan melahirkan sikap suka atau gemar matematika.
Pada pembelajaran matematika hasil belajar akan terlihat pada perubahan sikap, pikiran dan tingkah laku, perubahan ini diharapkan dapat berbentuk klasifikasi tingkah laku sebagai hasil belajar.
2.1.2 Matematika Pada Sekolah Dasar
Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan melalui kegiatan belajar mengajar (KBM) secara berjenjang dan berkesinambungan. Dalam GBHN matematika tahun 2003 disebutkan bahwa tujuan umum pendidikan matematika pada jenjang dasar dan madrasah ibtidaiyah berfungsi mengembangkan kemampuan berhitung, mengukur dan menurunkan dan menggunakan rumus matematika sederhana yang diperlukan daalm kehidupan sehari- hari melalui materi bilangan, pengukuran dan geometri. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa melalui model matematika yang berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram. Grafik atau tabel.
Russeffensi ET. (1979:93) menyebutkan bahwa tujuan dan manfaat dari mempelajari matematika di sekolah adalah ;
1) Malatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya, melalui kegiatan pendidikan penyelidikan eksploitasi, eksperimen, meunjukkan kesamaan perbedaan, konsisten dan inkonsisten.
2) Mengembangkan aktivitas, kreativitas yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orosinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba- coba.
3) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah,
4) Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan, antara lain melalui pembicaraan lisan, cacatan grafik, peta, diagram didalam menjelaskan gagasan.
Sekolah dasar adalah lembaga pendidikan formal yang berfungsi memberikan kepada siswa bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan dasar. Materi pelajaran matematika pada sekolah dasar adalah bagian atau unsur matematika yang dipilih antara lain dengan berorientasi pada pendidikan. Adapun pembelajaran matematikanya, lebih diarahkan agar siswa memiliki keterampilan berhitung melalui kegiatan praktis yang dilakukan sendiri oleh siswa. Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika perlu diusahakan agar sesuai dengan perkembangan konitif siswa yakni dengan mengkonkritkan objek matematika yang abstrak menjadi lebih mudah dipahami. Pada akhirnya keberhasilan menguasai keterampilan dasar matematika di sekolah dasar akan menjadikan siswa untuk siap menerima dan mengikuti pelajaran pada jenjang pendidikan berikutnya.
2.1.3 Perkalian Bersusun
Perkalian merupakan satu dari empat jenis operasi hitung matematika dan selain penjumlahan, pengurangan dan pembagian. Hal ini dikemukakan oleh Russefendi (1982:10) yang menegaskan bahwa pengerjaan hitung adalah pengerjaan tambah (penambahan), pengerjaan kurang (pengurangan), pengerjaan kali (perkalian) dan pengerjaan bagi (pembagian).
Lebih lanjut menyangkut operasi perkalian, Negoro dan Harahap (1980:370) memberikan definisinya bahwa perkalian adalah penjumlahan berulang. Definisi yang hamper sama oleh Holands (1989:124) yang menjelaskan bahwa perkalian adalah peristiwa pengulangan dari pertambahan atau penjumlahan berulang.
2.1.4 Cara membelajarkan Perkalian bersusun
Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa pengertian perkalian adalah penjumlahan yang dilakukan secara berulang-ulang. Siswa dapat dikatakan telah menguasai teknik perkalian bersusun jika sudah memahami serta mampu mengerjakan soal latihan perkalian. Misalkan saja siswa diminta untuk mengalikan bilangan 13 x 6, maka akan ditulis 13 + 13 + 13 + 13 + 13 + 13. Sedangkan perkalian bilangan dengan cara bersusun, dapat diselesaikan dengan cara berikut ;
13 bilangan yang dikalikan bernilai puluhan
6 x bilangan pengali bernilai satuan
78 Notasi / lambang operasi perkalian
Hasil kali bernilai puluhan
Penyelesaian soal tersebut dapat pula diselesaikan dengan cara pemisahan satuan dan puluhan. Jelasnya seperti berikut ini ;
13 x 6 = ( 10 x 6) + (3 x 6)
= 60 + 18
= 78
2.1.5 Hakikat Bimbingan Belajar Matematika
Amti dan Marjohan (1993:2) mengatakan bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu-individu dalam menentukan pilihan-pilihan dan mengadakan berbagai penyesuaian secara bijaksana dengan lingkungannya. Tujuan utama bimbingan adalah untuk mengembangkan setiap individu sesuai dengan kemampuannya.
Sedangkan menurut Djamaroh (2002 : 13), mengemukakan bahwa “Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor”.
Dalam uraian di atas jelas mengatakan bahwa belajar adalah merupakan proses tingkah laku. Proses perubahannya dilakukan melalui kegiatan latihan dan praktek yang melibatkan langsung pembelajar, artinya siswa akan berubah perilakunya jika terlibat langsung dalam proses pembelajaran.
Jika ditelusuri lebih mendalam, para ahli belajar kognitif berpandangan bahwa proses belajar pada manusia melibatkan proses pengenalan yang bersifat kognitif. Sehingga dikatakan bahwa cara belajar orang dewasa berbeda dengan cara belajar anak (Mikarsa dkk, 2005 : 66 ).
“Belajar ialah perubahan yang relatif permanen dalam tingkah laku atau kemampuan yang merupakan hasil dari pengamatan”. Marjohan (1993:66) “Belajar ialah proses perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu, yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku perubahan itu tidak dapat dijelaskan berdasarkan atas kecenderungan tanggapan bawaan, kematangan, atau keadaan – keadaan sesaat seseorang ( misalnya: kelelahan, pengaruh obat-obatan, Dan sebagainya)”
Dari beberapa penjelasan tersebut jelaslah bahwa yang dimaksud dengan bimbingan belajar adalah jenis bimbingan yang memberikan bantuan kepada siswa dalam memecahkan kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan masalah belajar, baik di sekolah maupun diluar sekolah. Pengertian tersebut diperkuat dengan pendapat Kartadinata (1996) yang menjelaskan bahwa bimbingan belajar ialah suatu proses bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dalam belajar, agar setelah melakasanakan kegiatan belajar mengajar mereka dapat mencapai hasil yang lebih baik sesuai kemampuan, bakat, dan minat yang dimilikinya masing-masing.
Sedangkan menurut Winkel dan Sri Hastuti (2005;137) bahwa bimbingan belajar merupakan salah satu bagian dari bimbingan dan konseling di sekolah. Melaksanakan bimbingan belajar berarti melaksanakan salah satu program bimbingan dan konseling.
Prayitno (1992:279) mengemukakan bahwa bimbingan belajar merupakan salah satu bimbingan yang penting diselenggarakan di sekolah. Pengalaman menunjukkan bahwa kegagalan yang dialami oleh siswa dalam belajar tidak selalu disebabkan oleh kebodohan atau rendahnya inteligensi, namun seringnya kegagalan itu terjadi disebabkan oleh mereka tidak mendapat layanan bimbingan belajar yang memadai.
Berdasarkan uraian beberapa para ahli tersebut jelaslah bahwa bimbingan belajar matematika diberikan oleh guru dimaksudkan agar para siswa dapat belajar secara efektif dan efisien guna memperoleh prestasi belajar yang optimal sesuai dengan kemampuan siswa saat menjalani proses pembelajaran khususnya pada pembelajaran matematika materi perkalian bersusun.
2.1.6 Hakikat Teknik Shaping
Menurut Jusuf (2004:4) teknik shaping adalah membentuk tingkah laku siswa secara bertahap mulai dengan tingkah laku yang mendekati tingkah laku yang diharapkan, dan pada setiap tahap diberikan reinforcement.
Teknik shaping adalah mengganjarkan tingkah laku dengan terus menerus melakukan aproksimasi dan membuat rantai hubungan, Corey (alih bahasa : Koeswara, 2007 :93). Tingkah laku yang tidak pernah dimunculkan tidak dapat direinforcement. Shaping dilakukan melalui sejumlah pendekatan yang berangsur, dan dalam prosesnya akan terdapat tingkah laku yang direinforcement dan ada yang tidak. Pada setiap tahap, konselor diharapkan dapat memberikan reinforcement sampai pada tahap perilaku yang diinginkan itu muncul.
Teknik Shaping dapat dilakukan dengan cara:
- Melatih siswa menyelesaikan soal latihan tentang perkalian bersusun.
- Melatih siswa yang tidak boleh bekerja lebih lama dari 30 menit agar ia dapat bekerja selama 50 menit, dimulai dengan memberikan tugas yang dapat diselesaikannya dalam waktu 30 menit dengan lama istrahat 25 menit, kemudian tugas itu secara bertahap ditambah untuk dikerjakan dalam waktu yang lebih lama dengan waktu istrahat makin sedikit, sehingga akhirnya dia menjadi terbiasa bekerja selama 50 menit dengan istrahat hanya 5 menit, kegiatan ini diprogramkan secara bertahap misalnya selama 45 hari.
- Melatih siswa yang sangat lamban dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Pekerjaan 5 menit dia selesaikan dalam waktu 25 menit. Untuk itu diprogramkan kegiatan selama sekian hari, mulai dengan memberikan kesempatan kepada anak itu untuk mengerjakannya selama 25 menit. Kemudian jumlah jam itu secara bertahap dikurangi hingga tinggal 5 menit. Pada setiap tahapan diberikan reinforcement.
- Memberi pujian kepada siswa yang telah mampu menyelesaikan soal tentang perkalian bersusun.
2.1.7 Keuntungan dan Kekurangan Teknik Shaping
Teknik-teknik dalam melangsungkan konseling dengan tujuan perubahan tingkah laku tidak hanya tertuju pada hukum-hukum belajar, akan tetapi dapat diterapkan dengan pemaduan pendekatan lain yang muaranya sama pada batasan perubahan tingkah laku nyata, baik dalam menampilkan tingkah laku baru maupun menghilangkan tingkah laku yang tidak diinginkan.
Dalam pelaksanaan perubahan tingkah laku, teknik shaping memiliki keuntungan yakni (1) mampu melahirkan perilaku baru pada siswa, (2) dapat menumbuhkan motivasi dan minat baru pada seseorang. Sedangkan kekurangan yang terdapat pada pelaksanaan teknik shaping adalah (1) perubahan yang terjadi sulit untuk diukur, (2) membutuhkan waktu yang banyak dalam melaksanakannya.
2.2 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teoritis, maka hipotesis tindakan untuk penelitian ini berbunyi “jika digunakan teknik shaping pada pembelajaran matematika maka kemampuan siswa kelas III SDN 15 Dulupi Kabupaten Boalemo dalam perkalian bersusun akan meningkat.
2.3 Indikator Kinerja
Jika persentase jumlah siswa yaitu 55% atau 11 orang siswa dari jumlah siswa 21 orang yang sudah mampu melakukan perkalian bersusun, dapat ditingkatkan minimal menjadi 75%.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Setting Penelitian dan Karakteristik Subjek Penelitian
3.1.1 Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas III SDN 15 Dulupi Kabupaten Boalemo.
a. Keadaan Sarana dan Prasarana SDN 15 Dulupi
SDN 15 Dulupi termasuk di Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo dibangun tahun 2006. Sebagai sekolah yang baru dibangun, sekolah ini belum memiliki fasilitas yang lengkap dan mewah dalam sarana dan prasarana. Gedung sekolah SDN 15 Dulupi berbentuk Spiral terdiri dari 5 ruangan belajar, 1 kantor dan dewan guru, kamar mandi berjumlah 1.
b. Keadaan Guru SDN 15 Dulupi
Guru merupakan suatu unsur utama dalam suatu lembaga pendidikan yang pada hakekatnya menunjang pelaksanaan kegiatan belajar mengajar disekolah. Kegiatan pendidikan yang dilaksanakan secara formal akan berjalan lancar apabila ditunjang oleh tenaga pengajar yang memiliki kemampuan kerja yang terampil, cakap, dan kemauan kerja serta semangat yang tinggi. Jumlah guru di SDN 15 Dulupi berjumlah 6, yang berstatus PNS 2, guru abdi 4.
c. Keadaan Siswa SDN 15 Dulupi
Siswa merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan disekolah. Tanpa siswa pendidikan tidak dapat dilaksanakan. Di sekolah, siswa berkedudukan sebagai penerima mata pelajaran dari seorang guru. Oleh karena itu, antara guru dan siswa saling bekerja sama dalam proses belajar mengajar. Jumlah siswa keseluruhan di SDN 15 Dulupi berjumlah 72 orang. Yang terdiri dari 39 orang siswa laki-laki dan 33 siswa perempuan.
3.1.2 Karakteristik Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas III SDN 15 Dulupi Kabupaten Boalemo. Jumlah siswa yang menjadi subjek penelitian berjumlah 21 orang, terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Rata-rata umur siswa di kelas III yakni 8-9 tahun.
3.2 Variabel Penelitian
3.2.1 Variabel Y
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel Y adalah kemampuan perkalian bersusun dengan indikator sebagai berikut :
1. Menjabarkan langkah-langkah perkalian secara bersusun,
2. Dapat menyelesaikan satu soal latihan tentang perkalian secara bersusun.
3. Senang dengan materi perkalian secara bersusun,
3.2.2 Variabel X
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel X adalah Teknik shaping. Adapun indikator teknik shaping adalah ;
- Membimbing siswa dalam perkalian bersusun dari bertahap dari tahap yang sederhana ke tahap yang agak rumit.
- Membiasakan siswa kerja cepat dan tepat dalam perkalian bersusun,
- Membiasakan siswa tahan lama dalam belajar matematika.
- Memberikan reinforcement.
- Mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran perkelian secara bersusun.
3.3 Tahap-tahap Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam 3 siklus dan dalam setiap siklus dilakukan 2 kali pertemuan.
3.3.1 Tahap persiapan
1. Menyiapkan administrasi pembelajaran
2. Penyusunan instrumen pemantau atau alat evaluasi.
3.3.2 Tahap pelaksanaan tindakan
Siklus I
Dalam meningkatkan kemampuan siswa pada materi perkalian bersusun, maka dalam pelaksanaan proses pembelajaran ini, peneliti menggunakan teknik shaping yang terbagi menjadi:
a. Kegiatan awal
1. Menjelaskan indikator pembelajaran dan menjelaskan secara singkat proses pembelajaran yang akan dilaksanakan,
2. Memperkenalkan materi yang akan dilaksanakan,
3. Menjelaskan secara singkat tentang media/alat peraga yang digunakan dalam proses pembelajaran nanti.
b. Kegiatan inti
Dalam tahap kegiatan inti, akan dijelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam menyampaikan materi pada seluruh proses kegiatan pembelajaran. Kegiatan ini akan diuraikan dalam skenario pembelajaran berikut ini:
1. Guru menjelaskan materi pelajaran yang akan diajarkan dengan memakai teknik shaping.
2. Menampilkan media yang berhubungan dengan materi perkalian bersusun,
3. Melatih siswa menyelesaikan soal latihan tentang perkalian bersusun.
4. Melatih siswa yang tidak boleh bekerja lebih lama dari 30 menit agar ia dapat bekerja selama 50 menit.
5. Melatih siswa yang sangat lamban dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
6. Memberi pujian kepada siswa yang telah mampu menyelesaikan soal tentang perkalian bersusun.
Skenario pembelajaran sebagaimana diuraikan tersebut berlangsung terus pada setiap siklus pembelajaran sampai akhirnya guru dapat meminimalkan anak yang lambat belajar.
Siklus II dan III
Setelah dilaksanakan siklus I maka peneliti akan mengadakan refleksi untuk melihat apakah siklus satu telah berhasil. Apabila siklus I belum mencapai indikator kinerja maka di adakan siklus II dengan teknik yang sama. Begitu juga dengan pelaksanaan siklus III, apabila siklus II belum mencapai indikator penelitian maka dilaksanakan siklus III.
3.3.3 Tahap Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi berlangsung dalam setiap siklus yang dilaksanakan, dimana dari hasil tersebut dibahas pada tahap analisis dan refleksi. Adapun yang menjadi pedoman dalam melaksanakan pemantauan dan evaluasi adalah sebagai berikut :
1. Semua aspek yang menjadi indikator dari aktifitas belajar siswa.
2. Proses pembelajaran yang menerapkan teknik shaping.
3. Alat pengumpulan data yang telah disiapkan, yaitu :
- Lembar observasi tentang kegiatan pembelajaran.
- Lembar penelitian tentang aktifitas belajar siswa.
3.3.4 Tahap Analisis dan Refleksi
Pada tahap ini semua data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan evaluasi akan dianalisis baik secara kualitatif dan hasilnya dimanfaatkan untuk merefleksikan diri dan seluruh proses kegiatan. Dalam hal ini akan diketahui kelebihan dan kelemahan yang terjadi dalam proses kegiatan perkalian bersusun yang telah berlangsung kemudian ditindaklanjuti pada kegiatan berikutnya serta menjadi bahan laporan penelitian. Adapun proses pengolahan data yang diperoleh melalui lembar observasi dari kedua pengamat masing-masing dijumlah sesuai aspek dan kriterianya kemudian di persentasekan dan dirata-ratakan.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
3.4.1 Sumber data : Siswa dan seluruh anggota peneliti
3.4.2 Jenis Data :
- Peningkatan kemampuan siswa dalam situasi pembelajaran pada pelaksanaan tindakan kelas,
- Situasi pembelajaran pada saat dilaksanakan tindakan.
3.4.3 Cara Pengambilan Data
- Data tentang kemampuan siswa dalam perkalian bersusun pada pembelajaran matematika saat pelaksanaan diperoleh melalui lembar observasi.
- Data tentang situasi pada saat pembelajaran dilaksanakan tindakan diperoleh melalui observasi dan umpan balik.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas III SDN 15 Dulupi Kabupaten Boalemo dalam 3 siklus. Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam perkalian bersusun melalui penggunaan teknik shaping.
Hasil penelitian dalam meningkatkan kemapuan siswa dalam perkalian bersusun melalui penggunaan teknik shaping menunjukkan hasil yang cukup baik. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil pengamatan maupun observasi para guru yang menjadi mitra kerja dan peneliti. Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah melakukan observasi awal terhadap subjek penelitian sebagai data awal untuk menjadi dasar dalam penelitian ini. Untuk jelasnya hasil penelitian tindakan kelas ini dapat dideskripsikan sebagai berikut :
4.1.1 Observasi Awal
Hasil pengamatan pada siswa yang dilaksanakan sebelum penelitian tindakan kelas yaitu pada tanggal 15 November 2010. Dalam pelaksanaan observasi awal diperoleh data bahwa kemampuan siswa dalam perkalian bersusun masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah siswa yang mampu melakukan perkalian bersusun berjumlah 55% atau 11 orang dari jumlah siswa 21 orang.
Untuk lebih jelasnya pengamatan hasil observasi awal dapat dilihat pada tabel I di bawah ini.
Tabel I. Kemampuan siswa dalam perkalian bersusun pada observasi awal
No Nama Siswa ASPEK YANG DIAMATI Keterangan
Kemampuan Perkalian Bersusun
M KM TM
1 ADNAN D ALI 1
2 ARIYANTO MASPEKEH 1
3 BAHARUDDIN ISMAIL 1
4 CHAIDER S ANTUTA 1
5 FAISAL AJIRIA 1
6 FERNI DANGKUA 1
7 I GUSTI LANANG 1
8 ASNA R YUNUS 1
9 DESSY PAKAYA 1
10 JUMIATI SUBAEDA 1
11 KALSUM H. IBRAHIM 1
12 NINDI MAPALIEY 1
13 NOVY PRATITA LIMONU 1
14 RAFIKA N DJOU 1
15 ROSVIKA LAUNGA 1
16 SELA AYUBA 1
17 SELVI FEBRILYA BILA 1
18 VIVIN DUNGGIO 1
19 WANDA LESTARI RAUF 1
20 YAYUNDA TALIB 1
21 YOLANDA PARAMATA 1
Jumlah 6 4 11
Persentase 28.6 19 52.4
Keterangan :
M = Mampu
KM = Kurang Mampu
TM = Tidak Mampu
Hasil penghamatan observasi awal yang dituangkan ke dalam tabel 1 ini dapat dilihat dengan jelas bahwa :
1. Jumlah siswa yang mempunyai kemampuan dalam perkalian bersusun berjumlah 6 orang (28.6%).
2. Siswa yang kurang mampu 4 orang siswa (19%) dan
3. Siswa yang tidak mampu dalam melakukan perkalian secara bersusun berjumlah 11 orang siswa (52.4%).
Dari aspek yang diobservasi pada awal kegiatan sebelum diadakan siklus maka dapat dilihat persentase siswa yang sudah mampu melakukan perkalian bersusun secara benar rata-rata 28.6%. Pada hasil observasi awal ini diperoleh gambaran bahwa siswa yang belum mampu melakukan perkalian bersusun memerlukan perhatian khusus. Untuk itu diupayakan peningkatannya melalui penggunaan teknik shaping. Maka untuk langkah pertama mempersiapkan segala sesuatu berupa satuan layanan, skenario pembelajaran dan lembar observasi.
4.1.2 Siklus I
Kegiatan pada siklus I dilaksanakan dua kali pertemuan dengan materi pembelajaran perkalian secara bersusun. Tindakan dilaksanakan dengan menggunakan teknik shaping, agar anak lebih memahami benar tentang perkalian secara bersusun. Dalam pelaksanaan siklus I ini, kemampuan siswa dalam perkalian bersusun sudah mengalami peningkatan walaupun hanya sedikit saja dari jumlah siswa yang mengalami peningkatan dalam perkalian bersusun. Untuk lebih jelasnya, data perolehan siklus I dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. Kemampuan siswa dalam perkalian bersusun pada siklus I
No Nama Siswa ASPEK YANG DIAMATI Keterangan
Kemampuan Perkalian Bersusun
M KM TM
1 ADNAN D ALI 1
2 ARIYANTO MASPEKEH 1
3 BAHARUDDIN ISMAIL 1
4 CHAIDER S ANTUTA 1
5 FAISAL AJIRIA 1
6 FERNI DANGKUA 1
7 I GUSTI LANANG 1
8 ASNA R YUNUS 1
9 DESSY PAKAYA 1
10 JUMIATI SUBAEDA 1
11 KALSUM H. IBRAHIM 1
12 NINDI MAPALIEY 1
13 NOVY PRATITA LIMONU 1
14 RAFIKA N DJOU 1
15 ROSVIKA LAUNGA 1
16 SELA AYUBA 1
17 SELVI FEBRILYA BILA 1
18 VIVIN DUNGGIO 1
19 WANDA LESTARI RAUF 1
20 YAYUNDA TALIB 1
21 YOLANDA PARAMATA 1
Jumlah 11 5 5
Persentase 52.4 23.8 23.8
Keterangan :
M = Mampu
KM = Kurang Mampu
TM = Tidak Mampu
Hasil penghamatan observasi awal yang dituangkan ke dalam tabel 1 ini dapat dilihat dengan jelas bahwa :
1. Jumlah siswa yang mempunyai kemampuan dalam perkalian bersusun berjumlah 11 orang (52.4%).
2. Siswa yang kurang mampu 5 orang siswa (23.8%),
3. Siswa yang tidak mampu dalam melakukan perkalian bersusun berjumlah 5 orang siswa (23.8%).
Dari tabel di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa setelah diadakan tindakan pada siklus I terjadi peningkatan kemampuan perkalian bersusun dalam dari hasil pelaksanaan observasi yakni terjadi peningkatan 23.8%, sehingga persentase siswa yang telah mampu dalam perkalian bersusun dengan benar menjadi 524% meningkat dari hasil observasi awal 28.6% hal ini dilihat dari rata-rata kelas dari aspek kemampuan perkalian bersusun siswa.
Dengan demikian dari penyelesaian tabel di atas dapat disimpulkan bahwa masih ada 5 orang siswa yang berada dalam kategori kurang mampu dan dalam kategori tidak mampu sebanyak 5 orang.
Dari hasil refleksi bersama terungkap masih ada kekurangan dalam penggunaan teknik shaping, yaitu :
a. Guru masih kurang menjelaskan materi tentang perkalian bersusun yang benar dan tepat.
b. Siswa belum memahami tata cara perkalian secara bersusun dengan cepat tepat.
c. Penggunaan waktu lebih dari yang direncanakan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka dirasa perlu untuk melaksanakan siklus II.
4.1.3 Siklus II
Kegiatan pada siklus II ini dilaksanakan di dalam luar kelas dengan menerapkan teknik shaping sebagai pemecahan masalah rendahnya kemampuan suswa dalam perkalian bersusun. Dari pelaksanaan siklus II diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 3. Kemampuan siswa dalam perkalian bersusun pada siklus II
No Nama Siswa ASPEK YANG DIAMATI Keterangan
Kemampuan Perkalian Bersusun
M KM TM
1 ADNAN D ALI 1
2 ARIYANTO MASPEKEH 1
3 BAHARUDDIN ISMAIL 1
4 CHAIDER S ANTUTA 1
5 FAISAL AJIRIA 1
6 FERNI DANGKUA 1
7 I GUSTI LANANG 1
8 ASNA R YUNUS 1
9 DESSY PAKAYA 1
10 JUMIATI SUBAEDA 1
11 KALSUM H. IBRAHIM 1
12 NINDI MAPALIEY 1
13 NOVY PRATITA LIMONU 1
14 RAFIKA N DJOU 1
15 ROSVIKA LAUNGA 1
16 SELA AYUBA 1
17 SELVI FEBRILYA BILA 1
18 VIVIN DUNGGIO 1
19 WANDA LESTARI RAUF 1
20 YAYUNDA TALIB 1
21 YOLANDA PARAMATA 1
Jumlah 14 4 3
Persentase 66.7 19 14.3
Keterangan :
M = Mampu
KM = Kurang Mampu
TM = Tidak Mampu
Berdasarkan hasil pengamatan siklus II pertemuan pertama yang dituangkan ke dalam tabel 3 ini dapat dilihat dengan jelas bahwa :
1. Jumlah siswa yang mempunyai kemampuan dalam perkalian bersusun berjumlah 14 orang (66.9%).
2. Siswa yang kurang mampu 4 orang siswa (19%),
3. Siswa yang tidak mampu dalam melakukan perkalian bersusun berjumlah 3 orang siswa (14.3%).
Dari tabel di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa setelah diadakan tindakan pada siklus II pertemuan pertama terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam perkalian bersusun dari hasil pelaksanaan siklus I terjadi peningkatan 14.3%, sehingga persentase siswa yang telah mampu perkalian bersusun menjadi 66.7% meningkat dari hasil pelaksanaan siklus I pertemuan kedua 52.4% hal ini dilihat dari rata-rata kelas pada aspek perkalian bersusun.
Dalam jurnal pengamatan diperoleh hasil kemampuan siswa dalam perkalian bersusun untuk siklus II sebagai berikut :
- Beberapa siswa telah menunjukkan kemampuannya dalam perkalian bersusun dengan benar.
- Ada 4 anak yang kurang mampu dalam perkalian bersusun dan 3 anak yang tidak mampu dalam perkalian bersusun.
Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan peningkatan kemampuan siswa dalam perkalian bersusun, namun demikian belum mencapai indikator penelitian yang ditetapkan sehingga perlu dilaksanakan tindakan kelas pada siklus III.
4.14 Siklus III
Dari hasil pelaksanaan siklus III diperoleh data tentang kemampuan siswa dalam perkalian bersusun yang dengan jelas tercantum dalam tabel berikut ini :
Tabel 4. Kemampuan siswa dalam perkalian bersusun melalui teknik shaping pada siklus III
No Nama Siswa ASPEK YANG DIAMATI Keterangan
Kemampuan Perkalian Bersusun
M KM TM
1 ADNAN D ALI 1
2 ARIYANTO MASPEKEH 1
3 BAHARUDDIN ISMAIL 1
4 CHAIDER S ANTUTA 1
5 FAISAL AJIRIA 1
6 FERNI DANGKUA 1
7 I GUSTI LANANG 1
8 ASNA R YUNUS 1
9 DESSY PAKAYA 1
10 JUMIATI SUBAEDA 1
11 KALSUM H. IBRAHIM 1
12 NINDI MAPALIEY 1
13 NOVY PRATITA LIMONU 1
14 RAFIKA N DJOU 1
15 ROSVIKA LAUNGA 1
16 SELA AYUBA 1
17 SELVI FEBRILYA BILA 1
18 VIVIN DUNGGIO 1
19 WANDA LESTARI RAUF 1
20 YAYUNDA TALIB 1
21 YOLANDA PARAMATA 1
Jumlah 16 3 2
Persentase 76.2 14.3 9.5 100.0
Keterangan :
M = Mampu
KM = Kurang Mampu
TM = Tidak Mampu
Berdasarkan hasil pengamatan siklus II pertemuan pertama yang dituangkan ke dalam tabel 3 ini dapat dilihat dengan jelas bahwa :
1. Jumlah siswa yang mempunyai kemampuan dalam perkalian bersusun berjumlah 16 orang (76.2%).
2. Siswa yang kurang mampu 3 orang siswa (14.3%),
3. Siswa yang tidak mampu dalam melakukan perkalian bersusun berjumlah 2 orang siswa (9.5%).
Dari tabel di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa setelah diadakan tindakan pada siklus III pertemuan pertama terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam perkalian bersusun dari hasil pelaksanaan siklus II terjadi peningkatan 9.5%, sehingga persentase siswa yang telah mampu perkalian bersusun menjadi 76.2% meningkat dari hasil pelaksanaan siklus II pertemuan kedua 66.7% hal ini dilihat dari rata-rata kelas pada aspek perkalian bersusun.
Dalam jurnal pengamatan diperoleh hasil kemampuan siswa dalam perkalian bersusun untuk siklus II sebagai berikut :
- Sebagian besar siswa telah menunjukkan kemampuannya dalam perkalian bersusun dengan benar.
Dari hasil refleksi bersama dan deskripsi yang telah diutarakan di atas, jelas terlihat terjadi peningkatan sesuai yang diharapkan atau sesuai dengan indikator kinerja bahkan melebihi yang sudah ditetapkan. Walaupun masih ada beberapa siswa yang perlu penanganan dari guru karena dalam kategori kurang mampu dan tidak mampu.
4.2 Pembahasan
Kegiatan penelitian tindakan kelas di kelas III SDN 15 Dulupi Kabupaten Boalemo. Penelitian ini dikatakan berhasil apabila persentase jumlah siswa 43% dari jumlah siswa 21 orang yang sudah mampu melakukan perkalian bersusun, maka dapat ditingkatkan minimal menjadi 75% siswa Kelas III SDN 15 Dulupi Kabupaten Boalemo melalui penerapan teknik shaping.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam III siklus. Siklus I dilaksanakan I kali pertemuan begitu juga pada siklus 2 dan 3. Dalam penilaian kegiatan ini peneliti menggunakan skala penilaian dengan kategori mampu (M), kurang mampu (KM), serta tidak mampu (TM).
Penelitian tindakan kelas ini menunjukkan hasil yang cukup baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini :
Tabel 6. Rekapitulasi hasil perstase rata-rata kemampuan perkalian bersusun siswa
No Pelaksanaan Tindakan Persentase
1 Observasi awal 28.6
2 Siklus I 52.4
3 Siklus II 66.9
4 Siklus III 76.2
Dari tabel 5 di atas terlihat bahwa siklus I mencapai rata-rata 52.4% atau meningkat 23.8% dari hasil observasi awal. Pada pelaksanaan siklus II kemampuan perkalian bersusun siswa mencapai rata-rata 66.9% atau meningkat 14.3% dari pelaksanaan siklus I, sedangkan pada pelaksanaan siklus III mencapai 76.2% atau meningkat 9.5% dari pelaksanaan siklus II.
Mencermati hasil pelaksanaan tindakan tersebut seluruh tim peneliti berkesimpulan bahwa pelaksanaan teknik shaping mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam perkalian bersusun. Namun mengingat masih terdapat 3 orang yang termasuk ke dalam kategori kurang mampu dan 2 orang yang termasuk dalam kategori tidak mampu sehingga pelaksanaan penelitian terus dilanjutkan walaupun penelitian ini sudah diberhentikan, dalam artian bahwa indikator penelitian sudah tercapai.
Pelaksanaan siklus I sama dengan siklus II dan III untuk siswa yang masih belum mampu dalam perkalian bersusun akan diberikan perhatian khusus. Berdasarkan tindakan tersebut diperoleh data bahwa siswa yang tidak bermasalah yang telah mampu berhitung sampai siklus III mencapai 76.2% dalam arti telah melampaui indikator kinerja. Meskipun demikian masih terdapat kelemahan-kelemahan bahwa sebagian kecil siswa masih ada yang tidak mampu dalam pelaksanaan perkalian bersusun, dan sebagian kecil lagi siswa masih kurang mampu dalam operasi perkalian secara bersusun.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam kajian teori pada bab II bahwa siswa yang tidak mampu dalam perkalian bersusun dapat ditingkatkan dengan berbagai cara. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan meningkatnya kemampuan siswa dalam perkalian bersusun dalam hal mampu meningkat dengan baik.
Keberhasilan yang dicapai dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam perkalian bersusun tersebut dapat dicapai melalui penggunaan hipotesis yang berbunyi “jika digunakan teknik shaping pada pembelajaran matematika maka kemampuan siswa kelas III SDN 15 Dulupi Kabupaten Boalemo dalam perkalian bersusun akan meningkat” dapat diterima.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka peneliti dapat menarik beberapa simpulan bahwa :
a. Pelaksanaan teknik shaping mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam perkalian bersusun, hal ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian siklus III menunjukkan persentase rata-rata kemampuan siswa mencapai 76,2%.
b. Dari hasil penelitian tersebut, maka hipotesis yang berbunyi “Jika digunakan teknik shaping pada pembelajaran matematika maka kemampuan siswa kelas III SDN 15 Dulupi Kabupaten Boalemo dalam perkalian bersusun akan meningkat” dapat diterima.
5.2 Saran
Bagi pelaksana pendidikan khususnya jajaran guru yang ada di sekolah supaya dapat menambah wawasan dalam meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa terutama dalam pembelajaran matematika sehingga dapat meningkatkan kemampuan perkalian bersusun siswa khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amti, Marjohan. 1993. Bimbingan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Djamarah, S.B. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.
IKIP Negeri Gorontalo. 2003. Pedoman Penulisan Skripsi dan makalah. Gorontalo: IKIP Negeri Gorontalo
Jusuf, Husain. 2004. Bahan ajar Teknik-teknik pengubahan tingkah laku siswa. Gorontalo. Universitas Negri Gorontalo
Lisnawati Simanjutak,dkk. 1993. Metode Mengajar Matematika. Jakarta : Rineka Cipta.
Kartadinata. 1996. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Koeswara, 2007 : Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Refika Aditama. Bandung.
Mikarsa dkk, 2005. Landasan Belaja dan Pembelajaran. Jakarta : Gramedia.
Natawidjaya, Roecman. 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.
Negoro, ET. dkk. 1980. Pedoman Pembelajaran Matematika. Jakarta : Gramedia.
Prayitno. 1985. Dasar-Dasar Bimbingan dan konseling. Padang: Proyek Pembangun Perintis Sekolah Pembangunan IKIP Padang.
Russeffensi ET. 1979. Pengajaran Matematika Modern Untuk Orang Tua Murid Guru dan SPG. Bandung : Tarsito
Langganan:
Postingan (Atom)